Kejaksaan Minta Segera Laporan Hasil Bilik Disinfektan ke Inspektorat Lampura

banner 468x60

Lampung Utara : Kejaksaan Negeri Lampung Utara meminta kepada Inspektorat Lampung Utara untuk segera menyampaikan hasil pemeriksaan dan perkembangan soal pengadaan bilik disinfektan Dinas Kesehatan Lampung Utara Tahun Anggaran 2020.

” Oleh bidang intelijen setelah menerima pengaduan terkait hal tersebut (bilik disinfektan) sdh diteruskan kpd APIP (Aparatur Pengawas Internal Pemerintah), saya sdh komunikasi dg Inspektorat untuk segera meminta perkembangan dan hasil pemeriksaan oleh Inspektorat, kebetulan inspektur sedang berada di Bandar Lampung,” Ujar Kepala Seksie Intelejen Kejaksaan Negeri Lampung Utara, I Kadek Dwi Ariatmaja, yang merespon cepat pertanyaan awak media melalui pesan whatsappnya, Kamis (3/6/2021).

Bacaan Lainnya

Menurut mantan Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Tanggamus ini, pihaknya saat ini masih menunggu laporan hasil dari Inspektorat terkait hal tersebut. Dan ini, lanjut I Kadek, berdasarkan ketentuan Undang-Undang administrasi pemerintahan, ketika terdapat pengaduan masyarakat yg berpotensi adanya penyimpangan, maka Aparat Penegak Hukum meneruskan kepada APIP.

” Ketika terkait pengaduan tsb sdh di teruskan kpd APIP, maka sebaiknya kami menunggu terlebih dahulu hasil pemeriksaan oleh APIP, hasil pemeriksaan itulah yg kmdian menjadi pertimbangan APH apakah perlu atw tidaknya menindaklanjutinya,” tukas dia.

Diketahui, permasalahan mengenai proyek pengadaan 53 bilik disinfektan di Dinas Kesehatan Lampung Utara tahun 2020 senilai Rp1.023.550.000 berawal dari hasil temuan BPK.‎ BPK menemukan potensi ketidakwajaran harga dalam pengadaan itu saat mengaudit anggaran Covid-19 Lampung Utara tahun 2020.

Hasil audit mereka tertera dalam laporan hasil pemeriksaan BPK tentang kepatuhan atas penanganan pandemi Covid-19 tahun 2020 pada Pemkab Lampung Utara dengan nomor LHP : 39/LHP/XVIII.BLP/12/2020 tertanggal 15 Desember. Dalam LHP itu disebutkan bahwa selisih harga hingga 500 persen untuk tiap unit bilik tersebut.

Hasil perhitungan BPK harga tiap bilik itu hanya berkisar antara Rp3,1 juta – Rp4,2 juta saja, sedangkan harga tiap unitnya dari PT SPB selaku rekanan ‎mencapai Rp17,5 juta. Dalam menentukan potensi ketidakwajaran harga itu, BPK menggunakan dua metode, yakni survei dan kontrak sejenis.

Hasil survei menunjukkan jika harga tiap unit bilik itu hanya Rp3.143.180,00. Jika harga itu dikalikan d‎engan jumlah bilik maka total biaya yang harus dikeluarkan hanya Rp166.588.540,00 saja. Metode survei ini mendapati selisih harga hingga 500 persen, tepatnya sebesar Rp760.911.460,00.

Metode kedua yang digunakan ialah merujuk pada kontrak sejenis antara PT SPB ‎dengan Dinas Perhubungan Lampung. Dalam kontrak tersebut tertera harga tiap unitnya hanya Rp4.250.000. Hasilnya, terdapat selisih harga sebesar Rp688.880.750,00.

Atas temuan ketidakwajaran harga itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Budi Utomo untuk memerintahkan Inspektur segera melakukan audit atas ketid‎akwajaran harga terkait pengadaan itu. Selain itu, BPK juga meminta Bupati Budi Utomo untuk memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen terkait segera meminta penyedia pengadaan bilik segera menyerahkan surat bukti kewajaran harga dan dokumen pendukung pembuatan bilik tersebut.

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses