BANDAR LAMPUNG– Wartawan adalah profesi yang sangat mulia karena melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan publik. Pada tugasnya, wartawan pun wajib menegakkan prinsip-prinsip etika seperti yang tercantum dalam kode etik jurnalistik (KEJ).
Jangan seperti oknum wartawan pada salah satu media online lokal di Lampung ini. Boro-boro ingin menegakkan prinsip seperti pada KEJ, justru oknum wartawan ini diduga ingin merobohkan fungsi pers yang menjadi pilar keempat demokrasi Indonesia.
Kecurigaan ingin merusak profesi wartawan itu muncul bermula dari pemberitaan pada salah satu sekolah dasar (SD) di Kota Bandar Lampung atau sebut saja ‘SD Kelapa’. Isi berita tersebut, menduga pihak sekolah melakukan praktik pungutan liar (pungli) di sekolah.
Dugaan yang dialamatkan kepada SD Kelapa itu, telah dibantah tegas kepala sekolah setempat, di hadapan wartawan yang diutus oleh oknum pemimpin redaksi (pemred) media online tersebut pada Senin, 14 Oktober 2024.
Penjelasan dari kepala sekolah kepada wartawan media online itu pun tak hanya diketahui mereka berdua saja, namun juga didengar oleh sejumlah wartawan dari media lain yang kebetulan pada saat itu juga melakukan tugas jurnalistik di sana.
Dikarenakan ada satu di antara wartawan itu mengenal pemred media online yang ingin memberitakan tentang SD Kelapa, wartawan itupun berinisiatif ingin menjembatani pihak sekolah dan media online tersebut.
Singkat cerita, wartawan itu lalu berkomunikasi melalui WhatsApp dengan oknum pemred media online tersebut. Tujuannya, agar sekolah diberikan ruang hak jawab terkait rilis yang sebelumnya telah dikirim oknum pemred kepada kepala sekolah.
Alih-alih membicarakan ruang hak jawab bagi kepala sekolah, di percakapan awal antara oknum pemred dan wartawan yang melalui WhatsApp itu, justru mengarah pada permintaan sejumlah uang kepada pihak sekolah melalui si wartawan itu.
Kaget bukan kepalang. Maksud si wartawan yang baik hati itu ingin menyelesaikan masalah, justru ia menilai hal itu dapat menimbulkan masalah baru. Pasalnya, isu yang dikirimkan oknum pemred kepada kepala sekolah itu masih diuji kebenarannya.
Tak tanggung-tanggung, isi percakapan si oknum pemred kepada si wartawan yang dikenal cukup dekat dengan kepala sekolah itu, diduga meminta uang sebesar Rp5 juta, guna menutup pemberitaan terkait dugaan pungli di SD Kelapa itu.
“Mintain goceng bang,” kata isi percakapan antara oknum pemred dan si wartawan itu yang dikirimkan lewat pesan WhatsApp pada Senin, 14 Oktober 2024, pukul 10.57 Wib. Tangkapan layar itupun sudah diterima media ini pada Senin malam.
Lalu, satu menit berselang permintaan oknum pemred itu dijawab oleh si wartawan dengan meminta tidak boleh seperti itu. “Wah, lu mah klo bgni sdh ga keliatan lagi Bu sama gw,” bunyi jawaban wartawan kepada oknum pemred tersebut.
Pada pukul 10.59 Wib atau satu menit kemudian setelah menerima balasan dari si wartawan, oknum pemred itu kembali menjawab agar si wartawan tersebut dapat membantunya. “Y dibantu bossku,” kata oknum pemred tersebut.
Permintaan oknum pemred itu pun kemudian dijawab kembali oleh wartawan dengan tidak meminta uang sebesar itu. “Ya gw bantu, tapi ga segitu juga, masih banyak lahan basah Bu… masa sekolah anak gw lu giniin Bu bos,” balasan si wartawan.
Tak lama kemudian, si oknum pemred itu kembali menjawab si wartawan untuk mengatur persoalan tersebut. “Ydah diatur sama lu. Jgn jauh2 dari itu,” bunyi balasan yang kemudian dibalas kembali oleh si oknum pemred dengan kata Oke.
Setelah selesai percakapan itu, tak lama kemudian, si oknum pemred tersebut menghapus pesan percakapan mengenai dugaan permintaan sejumlah uang kepada kepala sekolah. Tujuan menghapus, diduga untuk menghilangkan barang bukti.
“Untung percakapan itu saya teruskan dengan saling membalas percakapan dengan dia (oknum pemred), sehingga riwayat permintaan uang dari N******* masih bisa terbaca. Ini bisa menjadi bukti kalau dia ingin memeras,” cetusnya malam itu. (TIM)