Connect with us

Tak Berkategori

Ini Tanggapan Kapendam Terkait Tudingan Amnesty Atas Tewasnya Warga Papua

Avatar

Published

on

JAKARTA (Kabar Indonesia) – Polisi dan Tentara dituduh bertanggung jawab atas kematian 95 warga sipil di Papua selama 8 tahun terakhir, kematian terjadi di luar prosedur hukum.

Dimana Lembaga pemantau Hak Asasi Manusia, Amnesty International menyebut setidaknya 95 warga sipil di Papua meninggal dunia akibat tindakan represif kepolisian dan militer sejak tahun 2010. Salah satu pemicu kematian itu adalah aspirasi politik tentang kemerdekaan Papua. Namun diduga ada pula sejumlah kematian yang terjadi dalam penanganan kasus kriminal.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menuding sebagian besar polisi dan tentara yang terlibat pembunuhan di Papua hanya diganjar sanksi administratif: dimutasi atau diberhentikan dari kesatuan.

Namun, kata Usman, belum ada aparat di Papua yang divonis bersalah di pengadilan dan dihukum penjara.

“Kebanyakan sanksi disiplin. Tidak ada pemenjaraan yang setimpal, padahal pembunuhan dalam hukum pidana adalah perbuatan berat. Ada disparitas keadilan,” kata Usman.

Usman Hamid menyebut sebagian pembunuhan warga sipil oleh aparat bermotif balas dendam. Merujuk laporan Amnesty International, 56 dari total 95 kematian warga sipil di Papua, dalam periode Januari 2010 hingga Februari 2018, tidak berkaitan dengan aktivitas politik.

Di luar itu, kata dia, pembunuhan berencana terhadap aktivis prokemerdekaan Papua juga dituduhkan kepada polisi dan tentara. Namun faktanya setiap saat korban laka lalin, korban perang suku dan lalin-lain mereka upload ke berbagai media bahkan sampai International dengan menuding bahwa itu adalah korban kekejaman aparat TNI-Polri.

Menanggapi hal itu, Kodam Cenderawasih, Institusi Militer yang memegang kendali teritorial Papua dan bermarkas di Jayapura, menyangkal seluruh tuduhan tersebut dan itu adalah fitnah.

Kapendam XVII/Cenderawasi Kolonel Inf Muhammad Aidi menjelaskan, TNI menganggap korban jiwa yang selama ini muncul merupakan ekses dari penindakan aksi separatis. Yang kehilangan nyawa, menurut Aidi bukan hanya anggota kelompok bersenjata, tapi juga tentara dan polisi.

“Kalau Anda mengatakan TNI menembaki orang tak berdosa di Papua tanpa sebab dan proses hukum, itu fitnah. Semua yang terjadi ada sebab, yaitu separatis yang melawan kedaulatan negara. Itu penyebab utama,” ujar Aidi melalui rilisnya. Selasa (3/7/2018).

Karena, Amnesty International mengklaim mengumpulkan data berbasis wawancara korban luka dan keluarga yang sanak familinya kehilangan nyawa, itu kan sangat tidak mendasar dan bersifat sepihak.

“Mereka juga mengajukan keterbukaan informasi pada Polda Papua serta Kodam Cenderawasih,” kata Aidi.

Menurut Aidi setiap insiden yang terjadi di Papua mereka selalu menyoroti hanya dari akhir kejadian di mana jatuh korban, tetapi mereka tidak pernah mau jujur mengungkap proses kejadiannya dan akar permasalahannya, contohnya kasus Paniai Desember 2014 yang selalu mereka gembor-gemborkan hanya menyoroti tentang jatuhnya korban.

“Tapi tidak pernah dibahas bagaimana ketika ribuan massa bersenjata panah, tombak, golok bahkan ada yang membawa senjata api menyerang pos aparat keamanan. Aparat keamanan berusaha membela diri bertindak tegas sehingga akhirnya harus ada yang jatuh korban,” jelas Aidi.

Selanjutnya kata dia, Akar perseoalan yang paling hakiki di Papua karena adanya sekelompok orang yang mengangkat senjata secara Illegal merongrong kedaulatan Negara menuntut merdeka pisah dari NKRI. Hal ini di Negara hukum manapun di seluruh dunia tidak ada yang membenarkan adanya pemilikan senjata api apalagi standar militer secara Illegal. Dan di Negara manapun di seluruh dunia tidak ada suatu pemerintahan yang mentolelir suatu tindakan makar atau pemberontakan terhadap kedaulatan Negaranya.

“Mereka mempersenjatai diri saja secara Illegal itu sudah salah, tidak dibenarkan oleh hukum manapun. Termasuk kegiatan atau upaya makar melawan kedaulatan Negara. Tetapi apabila mereka jatuh korban mereka ingin dianggap benar dan menuntut keadilan atau pembelaan,” imbuh Aidi.

Kemudian lanjut dia, Kasus lain sekelompok orang melaksanakan demonstrasi menuntut merdeka pisah NKRI dan nyata-nyata merongrong kedaulatan Negara, kemudian berhadapan dengan aparat keamanan TNI/Polri yang pada akhirnya terjadi tindakan anarkis yang mengakibatkan jatuhnya korban, maka aparat keamanan yang berdiri membela kedaulatan Negaranya dituding sebagai pelangggar HAM, tetapi mereka yang melakukan perlawanan terhadap kedaulatan Negara yang sah tidak pernah dipersoalkan bahkan dilindungi. Kata Aidi menambahkan.

“Amnesty Internasional dalam laporannya sangat tidak berimbang dan terkesan hanya mencari-cari kesalahan untuk memojokkan pihak aparat keamanan TNI/Polri. Kenapa mereka tidak membahas tentang kekejaman yang dilakukan oleh pihak KKSB baik terhadap aparat Negara maupun terhadap warga sipil yang tak berdosa?,” terangnya.

Aidi mencontohkan penembakan sekelompok orang terhadap pesawat di Bandara Kenyam, Kabupaten Nduga, beberapa hari jelang pemilihan gubernur lalu. Tiga warga sipil dilaporkan tewas dibunuh kelompok tersebut. Termasuk anak kecil umur 6 tahun dibacok setelah kedua ibu dan bapaknya ditembak mati di depannya.

Pesawat itu adalah fasilitas umum dan merupakan satu-satunya sarana transportasi masyarakat di daerah  tersebut yang masih terisolasi namun mereka tembaki. Sehari setelah perayaan Idul fitri yang lalu aparat TNI yang melaksanakan patroli untuk memastikan pelaksanaan Ibadah Idul Fitri berjalan hikmad dan aman juga di serang yang mengakibatkan 5 orang Prajurit TNI luka Parah.

Aidi juga menyebut hilangnya dua anggota polisi di Distrik Torere, Kabupaten Puncak, saat mengawala logistik pilkada pekan lalu. Kepala Distrik orang asli Papua dan seorang pendeta tidak luput mati tertembak oleh KKSB.

“Kami justru jadi korban. Kami bertindak berdasarkan kaidah dan kode etik, serta UU yang berlaku sementara mereka bertindak seenaknya saja tampa norma dan aturan, mereka tak mengenal combatan dan non combatan, warga sipil bahkan anak kecilpun dibantai tampa ampun. Semua pelanggaran prosedur dianggap pelanggaran, padahal personel kami membela diri,” tambah Aidi.

Termasuk kekerasan terhadap pekerja jalan bekerja untuk membangun infrastruktur guna membuka isolasi wilayah pedalaman Papua beberapa orang personel PT. Modern di Sinak Kabupaten Puncak ditembak mati dan alat berat dibakar, karyawan PT. PP di Nduga Almahrum Vicky Sondak tewas di bantai dan senjata milik TNI dirampas setelah terlebih dahulu Prajuritnya dianiaya.

Kasus lainnya pada bulan Desember tahun lalu, KKSB menyandera 1300 warga sipil di Utikini Tembagapura kompleks. Membakar fasilitas Rumah Sakit, gedung sekolah dan dan puluhan rumah warga. Bukankah ini pelanggaran HAM berat? Mereka selalu menuntut merdeka tetapi sebaliknya mereka yang merampas hak dan kemerdekaan warga lain.

Aparat keamanan TNI/Polri melaksanakan operasi pembebasan sandera dengan berusaha menghindari jatuhnya korban. Kami bisa saja melaksanakan operasi pengejaran secara besar-besaran dengan mengerahkan pesawat tempur, Hellycopter serang dan persenjataan serta kekuatan lain, tetapi TNI tidak melakukan itu karena kami menjunjung tinggi norma dan aturan yang berlaku.

Kodam Cenderawasih yang kini dipimpin Mayjen George Elnadus Supit, mengklaim bahwa dalam penanggulangan terhadap gangguan- gangguan keamanan di Papua   Kami cenderung bersifat pasif dan mengedepankan pendekatan teritorial. Alasannya, Papua berstatus tertib sipil sama dengan di daerah lain di seluruh wilayah Indonesia, Papua bukan daerah operasi militer.

“Kami tidak mengejar, diserang baru membalas. Kami berupaya agar tidak muncul korban, kami tetap melaksanakan pendekatan Teritorial dan kesejahteraan Rakyat,” pungkas Aidi.

Otentikasi Kapendam XVII/Cenderawasi, Kolonel Inf Muhammad Aidi.(nvl/ddg/red).

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Tak Berkategori

Diduga Arogan dan Mengancam, Seorang Pengacara Laporkan Oknum Polisi ke Polda Lampung

Redaksi LT

Published

on

Bandar Lampung – Diduga arogan dan mengancam, oknum Polisi dilaporkan ke Propam Polda Lampung oleh seorang pengacara muda

Karena merasa diintimidasi dan diancam M. Rian Ali Akbar S.H seorang pengacara muda yang juga Sekretaris LBH SMSI Pusat bersama tim advokatnya datang ke Polda Lampung Laporkan Oknum Polisi yang bertugas di Polres Lampung Timur, pada Selasa (30/01/24)

M. Rian Ali Akbar S.H, didampingi kalangan Solidaritas Advokat Lampung melaporkan Oknum Polisi terkait dugaan arogansi dan pengancaman yang diduga dilakukan oleh AKP. (S) dengan menyebutkan kalimat yang tidak pantas terucap via pesan singkat Whastapp

“lo ngomong sama siapa? Lo tau gua kan udah jadi kasat dua kali, kumpulin dulu kekuatan baru lawan gua, lo di Mana sekarang,” kata Rian membahasakan salah satu isi pesan singkat Oknum polisi yang dilaporkannya

Rian menjelaskan, tindakan tersebut berawal karena pihaknya mempunyai eks kliennya (Y) yang mempunyai urusan dengan Oknum polisi yang dilaporkannya, kemudian ia memberitahukan kepadanya bahwa bukan lagi penasehat hukumnya Y lagi.

“Karna keterbatasan pergerakan, saya bukan lagi menjadi penasehat hukum Y. Persoalan antara Y dan AKP. S tidak bisa di bantu secara maksimal.” Jelas Rian

Kemudian saat itulah, lanjut Rian, oknum tersebut marah dan melontarkan kata yang tidak pantas di ucapkan melalui pesan whatsapp.

“Laporan ini saya buat karena didasari intimidasi dan ancaman yang mengakibatkan istri serta orang tua merasa ketakutan, dampak psikologis keluarga saya sampai ada motor yang berhenti di depan rumah mereka ketakutan dan sangat khawatir,” lanjut Rian

“Saya yang jelas-jelas advokat dalam arti penegak hukum juga berani di intimidasi dan di ancam, saya khawatir sifat arogan tersebut dilakukan juga ke masyarakat awam.” Imbuh Rian

Rian berharap, laporan ini ditegakkan secara adil dan transparan agar menjadi pembelajaran bagi kita semua

“Agar kedepannya Oknum-oknum tersebut tidak merasa punya jabatan di Jajaran Polri bisa seenak nya mengintimidasi dan mengancam orang lain.”Harapnya

Akibat merasa diancaman dan diintimidasi tersebut, Rian Ali yang juga Ketua Kongres Advokat Indonesia Kota Bandarlampung membuat laporan Pengaduan Masyarakat (Dumas) dengan No : 043/LP/FDP/LPG/MRAA/I/2024 ke Propam Polda Lampung tertanggal 30 Januari 2024.

Sementara itu Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Umi Fadilah mengatakan, soal laporan pengacara M. Rian Ali Akbar, S.H ke Propam Polda Lampung akan dilakukan peninjauan terkait jenis perkara.

“Sudah diterima oleh Kabid Propam Polda Lampung,” kata Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Umi pada Rabu (30/01/24)

Kabid Humas menegaskan, akan segera melakukan pemanggilan terhadap oknum polisi di Lampung Timur setelah dilakukannya peninjauan.

“Kita akan tinjau dan akan dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan, Polda Lampung akan selalu terbuka untuk menerima setiap laporan yang masuk.

“Intinya jika ada laporan, Polda Lampung pasti akan menerima laporan tersebut.” Terangnya. (*)

Continue Reading

Tak Berkategori

Jaga Kamtibmas, Polda Gandeng HSNI

Redaksi LT

Published

on

Lampung Timur, Untuk menciptakan stuasi yang aman dan kondusif, Polda Lampung terus melakukan cipta kondisi terhadap keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), khususnya wilayah perairan di wilayah hukum Polda Lampung.

Polda Lampung menggelar silahturahmi bersama Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Provins Lampung dalam rangka sosialisasi terkait bahaya dari penggunaan bahan peledak jenis bom ikan yang ditujukan kepada para nelayan yang hendak menangkap ikan.

Acara sendiri berlangsung di sekretariat DPC HNSI Lampung Timur Jln. Raya Kuala Muara Gading Mas Kecamatan Labuan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.

Ketua HNSI Kabupaten Lmtim Hi. Nur Ali mengapresiasi puhak Polda Lampung karena sudah mau turun langsung ke daerah khususnya masyarakat nelayan dan menyampaikan bahwa sampai saat ini para nelayan masih kesusahan untuk melaut atau mencari ikan, karena susah dalam mencari bahan bakar yaitu solar.

“Saya selaku ketua HNSI Kab. Lampung Timur tidak bosan bosannya menghimbau kepada para nelayan untuk tidak memakai bahan peledak (Bom ikan) dalam mencari ikan,” kata Nur Ali

Sementara Ketua Umum HNSI Provinsi Lampung menyampaikan bahwa terkait masalah alat tangkap, HNSI sudah berusaha menjadi pendamping dengan mengandeng semua pihak terkait dengan rembuk nelayan yang kita adakan di lapangan depan kantor DPC Lampung Timur karna itu juga salah satu cara efektif untuk membuat masyarakat kondusif.

Terkait masalah BBM ,HNSI minta semua pihak memikirkan masalah agar ada solusi yang solutif, karna masalah ini jika dibiarkan larut larut, akan menjadi bom waktu bersamaan dengan musim ikan, jdi harapannya semoga bisa diambil langkah cepat dan tepat dengan membolehkan nelayan membeli solar dan menyodorkan surat rekomendasi dari perikanan dan HNSI

Dalam Sambutan Polda Lampung menyampaikan kepada para nelayan bahwa alat peledak sebagai perusak ekosistem laut bukan alat penangkap yang ramah lingkungan, dan menghimbau bahwa jika ada nelayan yang menggunakan alat peledak untuk melaporkan kepada pengurus ataupun kepada pihak kepolisian karena sudah banyak contoh disebagian wilayah perairan lampung bahwa terdapat nelayan yang menjadi korban pada saat penangkapan ikan menggunakan bahan peledak.

Dalam hal tersebut, telah jelas bahwa penyalahgunaan bahan peledak dapat melanggar pasal yaitu Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 disebutkan : “Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”

Ekosistem yang tidak dapat mendukung keberlanjutan hidup ikan tentunya akan berdampak negatif pula bagi komunitas nelayan yang penghasilannya bergantung pada hasil perikanan. Salah satu upaya perlindungan lainnya adalah peraturan hukum yang dikeluarkan oleh Pemerintah, khususnya dalam Undang Undang Kelautan dan Perikanan untuk menindaklanjuti oknum-oknum yang masih menjalankan perikanan secara ilegal. Tindakan menangkap ikan dengan cara bom ikan dan racun ikan terancam hukum pidana penjara kurang lebih 6 tahun dan denda Rp 2 Miliar, seperti tertulis pada UU Nomor 45 Tahun 2009. Selain itu, pelaku Pencemaran dan Merusak Ekosistem akan dikenakan hukum pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 2 miliar.

Dalam menjelang pemilu 2024 HNSI Kab. LAMPUNG Timur siap dalam menjaga situasi Kamtibmas di Provinsi Lampung khususnya Kabupaten Lampung Timur, karena kami nelayan masih saudara semua walaupun pilihan kita berbeda-beda.

Continue Reading

Bandar Lampung

Warga Jati Baru I Tolak Rencana Pemasangan Tiang Listrik Milik Bos Bakso Sony

Redaksi LT

Published

on

Bandar Lampung : Rencanya pemasangan beberapa tiang listrik PLN oleh Bos Bakso Son Haji Sony Bandar Lampung di Jati Baru I Kelurahan Durian Payung Tanjung Karang Pusat menuai kontroversi dari masyarakat.

Salah satu warga Durian Payung yang di wawancara mengaku keberatan dan tidak mengijinkan pemasangan tiang listrik PLN milik Bos Bakso Son Haji Sony.

Alasannya, pemasangan tiang PLN oleh H. Sony (Pemilik Bakso Son Haji Sony) mengganggu keindahan lingkungan dan sudah terlalu banyak tiang tertanam liar tanpa izin di Jari Baru I.

“Cari aja tempat laen di sini udah banyak tiang kalondinpasang tiang lagi tambah ruet. Coba aja liat banyak bener tiang tiang nggaknkaruan tanpanizin yang bikin lingkungan terkesan kumum.”. Ujar salah saru warga.

Razian Ketua RT 11 yang di wawancara mengaku sampai saat ini baik pihak ketiga PLN dan pengawas proyek tidak pernah berdiskusi dan meminta izin resmi kepada warga.

“Inget bos sampe sekarang mereka nggak pernah izin dan kalau samapai ada yang bilang sudah izin itu bohong”. Tegas Razian

Ketua RT 09 Iman Gustiawan SE, yang di wawancara wartawan secara tegas menolak rencana pemasangan tiang listrik oleh H.Sony selaku pemilik usaha Bakso Son Haji Sony.

Putra asli Durian Payaung ini menyebut kampjngya sudah terlalu banyak kabel melintang di tengah jalan dan tiang-tiang yang sangat mengganggu.

“Pokoknya nggak bakal saya kasih izin”. Tegas Ketua RT 9 Jati Baru I

Terpisah Joni salah satu pengawas proyek pembangunan rumah H.Sony menyebut pemasangan tiang listrik sejati ya tidak perlu izin warga, alasannya yang memasang tiang listrik adalah PLN melalui rekanan yang di tunjuk PLN.

Setelah beberapa detik Joni pun menegaskan bahwa pemasangan tiang listrik harus mendapat izin dari warga bukan dari RT.

Selanjutnya pemasangan tiang listrik dilakukan untuk penerangan rumah baru bos Bakso Son Haji Soni.

Dari pemasangan tiang itu nantinya warga mendapatkan efek diamana warga bisa memanfaatkan tiang yang terpasang untuk pemasangan arus listrik baru dan ia memastikan H.Sony tidak akan keberatan jika tiang miliknya di gunakan untuk warga.

“. Masang tiang listrik mah nggak perlu izin kan yang pasang rekanan PLN kecuali masangya di garasi rumah orang dan halaman orang baru itu salah”. Ujar Joni. ( Arek Adhitiya / Red ).

Continue Reading

Trending